SANG JAWARA

Pages

Minggu, 26 Februari 2012

Terpaksa? Why not?

Kadang kita sering berpikir bahwa yang diawali dengan keterpaksaan tidak akan menyenangkan kan? pokoknya segalanya hambar serasa dunia menyempit tergencit meteorit dan menyebabkan perut kita membuncit, tapi jangan salah kawan, gak semua yang diawali dengan kata keterpaksaan itu berakibat seperti itu, asalkan kita mampu melewati tembok besar yang bernama KEIKHLASAN. Setuju gak?

Ya ini cuma mau share pengalamanku aja kok, tentang keterpaksaan yang berakhir AWESOME!
Tepatnya terpaksa menuntut ilmu di SMAN 7 Purworejo.
Awal kisah dulu Hari yang amazing buat aku, yaitu pengumuman nilai UN semasa memakai baju putih biru, nilainya alhamdulillah cukup memuaskan kok 35,35 jumlah nilaiku. Seneng banget rasanya, pengen banget ngelanjutin sekolah di SMAN 1 Purworejo, disana pasti saingannya gila-gila and so bisa motivasi aku buat lebih semangat lagi belajarnya. Tapi sayangnya banyak banget gangguan dari keinginanku itu kawan. Yang pertama dari Om-ku, dia ngomong yang intinya kalo aku lulus dari SMA mau ngapain? kuliah? kuliah tu mahal, gag kasihan sama ibumu? #jlebbbbbb... Ya terus dengan berat hati aku beli stopmap warna apa itu aku lupa pokoknya aku mau daftar SMK 1 Purworejo jurusan Teknik Otomotif. Waktu hari H aku mau daftar, ibuku ngomong apa aku yakin mau ke SMK? otak aku kan lumayan buat belajar di SMA? nah aku jadi GALAU ni ceritanya..hehehe...terus ibuku bilang udah pokoknya gak usah mikirin biaya, jalanin aja dulu pasti ada jalannya. Ibuku emang ibu juara satu sedunia, pengertian banget. Angan-angan ke-elitan Smansa terpancar lagi dipikiranku, tapi masalah ada lagi nih, temen seangkatanku yang dari SMP asalku cuma satu orang yang mau daftar sana, nah itu aku jadi bingung, aku anaknya kan pemalu kalau aku nanti kesasar gimana cobak? kalo aku diejek temen-temen gimana cobak? hahahaha,,,marmos banget pikiranku waktu itu, akhirnya karena takut kesasar dan diolok-olok aku memutuskan daftar di Smansev aja deh, disini temen-temenku banyak kok, ya daftar disini alesannya ya karena banyak temennya dari SMP jadi kalo berangkat sekolah gak kesasar,hehe
Waktu udah daftar smansev akhirnya diterima, tapi ada satu hal yang bikin aku nyesel banget, 4 temenku yang udah lebih dulu diterima sebagai siswa RSBI di smansev ngundurin diri dan pindah ke smansa, ya ampun rasanya nyesel banget, tapi mau gimana lagi pendaftaran sudah tutup TT.
Akhirnya hari demi hari aku coba buat ngeikhlasin semuanya. Tapi aku pelan pelan ngerasa nyaman sama temen-temen disini, beda banget sama di SMP, mereka bisa respect sama aku dalam artian saya yang menjadi korban broken home, keluarga baru yang nyenengin, sekaligus aku nemuin guru-guru yang baiiiiiiiiiiiiiikkk banget sama aku..mereka diantaranya yang bisa ngerubah hidup aku adalah Bu Dwi, beliau pernah bilang ke aku kalo aku tu sebenernya pinter, tapi suka keluar jam pelajaran waktu itu gara-gara ada kegiatan seleksi paskhas, kalo dipuji tuh aku ngerasa merinding and bergidik tau gak? hal ini yang memotivasi aku buat suka ama fisika, jangan berhenti memuji anak-anak didikmu ya bu,,hehe
yang kedua tu Bu Setyo, dia tu baik sama aku, care, dia pernah negur aku dengan kata-kata yang artinya pokoknya aku disuruh potong rambut and tampil rebih rapi, walaupun sebenernya aku sudah cukup baik, terus ada lagi teguran dari dia yang ditulis dilembar jawab soal tesku yang isinya jangan membuat lelucon dalam sebuah kemalangan...terimakasih ya buk, dan ibu guru yang satu ini siapa lagi kalo bukan Bu Fita, awal-awalnya si terkesan galak, killer, menyebalkan...tapi emang gitu,,wkwkwk piss bukkk.... tapi dibalik itu semua beliau guru yang luar biasa banget deh, tidak sekedar gila buk,,hahaha...Bu Fita ini yang ngelatih mental saya jadi agak mendingan, dilatihnya saat aku ikut lomba KIR itu lo, aku dilatih biar bisa presentasi dan jawab pertanyaan dari dewan juri, awalnya sih aku cuma jadi operator, yang presentasi temenku, tapi terus kelompok yang tadi itu bubar jadi aku bikin kelompok lagi, nah dikelompok ini sekarang aku yang ditugaskan jadi presentator, beliau juga latih aku waktu aku lomba siswa teladan dulu,,,,pokoknya improve banget deh,,,,, tanpa smansev aku mungkin gag bisa mendapatkan semua ini, piagam-piagam itu, piala-piala itu, keluarga merpati putih, dan Polman ASTRA... Terimakasih SMANSEV
Read more...
separador

Jumat, 17 Februari 2012

Hatiku Ingin Menjerit Lagi, Bolehkan?

suasana alam desaku yang hijau memang sangat menyenangkan, didukung dengan suka cita keluarga menyongsong musim panen yang akan tiba beberapa pekan lagi.
tapi hati ini terluka lagi, ingin berteriak dan menangis lagi. kabar-kabar oleh embah saya dihari pertama kedatangan saya, ya masih tentang seputar kenakalan adik saya, sudah tidak bisa dikontrol lagi, tak pernah membantu ibu dirumah, tak pernah membantu embah juga, tiap hari pulang sore terus, nilai-nilainya sangat memprihatinkan, dan lebih parah lagi semua saudara sudah enggan memberikannya nasehat kepada adikku.
aku juga bingung bagaimana mengatasinya, hanya akulah yang bisa membuatnya takut akan nasehat dan mematuhinya, tapi sekarang aku harus pergi ke tanah rantauanku, ibuku sendiri sudah tidak mampu mengatasi adikku dan hanya bisa pasrah dan berdoa untuk adikku ini.
Baru saja ibuku duduk bersamaku yang dari tadi sedang asik on line, beliau masih berbicara dengan topik sama seperti embahku, kenakalan adikku. sekarang adikku tidak hanya berani mencuri uang dan jajanan yang di jual di warung kecil ibuku, dia sudah berani mencuri beras dan menjualnya di warung-warung lain, dia juga sudah sering mencuri rokok dagangan ibuku juga. aku cuma gag bisa bayangin gimana perasaan ibuku?? Tuhan ampuni aku yang tidak bisa mendidik adik hamba ini. Aku mesti gimana Tuhan?? Saat ini aku bisa menasehatinya dan mengajarinya belajar selama liburan semesterku ini, tapi itu tidak menjamin bagaimana kelakuannya nanti saat aku kembali ke tanah rantauan. Aku bingung. 
Uang hasil jerih payah ibu selalu disimpannya dan ditabung demi masa depan aku dan adikku, yah aku tahu beliau selalu menyisihkan beberapa lembar ratusan untuk jatah bulananku di rantau, tapi sekalipun aku tidak pernah meminta kiriman atau apapun darinya, aku fikir jatah uang bulanan dari beasiswaku masih bisa untuk keperluanku sehari-hari, walau ala kadarnya. aku mau meminta uang jatah bulananku yang ibu sisihkan itu untuk membeli dagangan warung saja ya bu, isi lagi dagangannya bu, terus juga belikan adik sepatu baru. Aku juga janji bakal lebih prihatin lagi di rantau. Tapi lagi-lagi aku kepikiran sama adikku. Tuhan bantu aku dan ibuku Tuhan...TT
Read more...
separador

Kamis, 16 Februari 2012

Cermin Hitam Viyanka


By Ismayanti

Air yang mengalir lewat kran kamar mandi di kamar kost ku itu, terasa dingin menampar kulit. Merasuk kedalam angan-angan jiwa, serta membekukan setiap nadi-nadi di pergelangan tanganku. Malam itu memang terasa berbeda. Selain karena cuaca yang seakan ditelan dewi malam, perasaan dan relung-relung terdalam kalbuku, juga sedang dihujam kepedihan yang teramat sangat.
Pisau itu, telah lama diam dimeja belajar kamarku. Namun malam ini, pisau itu telah menggoreskan bercak-bercak darah dari pergelangan tanganku. Diam dan perlahan mulai merenggut setiap detik hela nafas kehidupanku. Semuanya tampak tak seperti biasa. Aku hanya duduk dengan pergelangan tangan yang bersimpuh darah, sembari menikmati dinginnya air membekukan kalbu dan jiwaku. Aku sudah tidak sadar lagi. Mataku tak lagi dapat memerankan fungsinya sebagai indera penglihat. Keadaan di sekelilingku pun hanya terlihat kabur, bagai goresan tumpahan cat yang berwarna abu-abu.
Hati kecilku pun mulai berbisik, “Kamu harus berteriak minta tolong, kalau tidak, kamu bisa mati konyol disini.“ Ya, aku harus minta tolong. Tapi, bagian hati kecilku yang lain ikut berkomentar, “Buat apa minta tolong? Kalau kamu selamat, apa semua masalahmu itu akan selesai? Kalau kamu mati, kan kamu tenang, tidak akan ada lagi yang bisa mengganggu kehidupan kamu.” Komentar itu, terasa meluluh lantakan jiwaku. Melemahkan setiap otot-otot penggerak tubuhku dan membuang jauh-jauh sisa asa kehidupanku. Tak ada suara yang bisa keluar dari mulutku. Tak ada gerakan yang bisa ototku berikan. Serta tak ada nyali yang mampu aku munculkan.
Aku mulai menangis. Tetes demi tetes airmata ini, mulai memberi ruang untukku bernafas. Sosok-sosok familiar, samar-samar melintas di kepalaku. Mereka meratap, menjerit, dan menangis tersedu. Berpelukan dalam kabut hitam yang mengikat batin seseorang yang terkasihi. Mereka mengelu-elukan namaku. Mengeja huruf demi huruf dari susunan namaku. Sungguh, pemandangan yang mengilukan.
                                                            ***
Kehangatan terasa menjalari separuh dari bagian tubuhku. Membangkitkan setiap syaraf tubuh, yang terasa lama tak berfungsi. Aku bernafas, karena dengan jelas bisa kurasakan setiap gerakan naik-turun didadaku. Berarti, aku masih hidup. Segera ku ambil kesimpulan itu.
Dengan enggan, kubuka kedua pelupuk mataku. Pelan-pelan, masih terasa kabur segala apa yang kulihat. Namun, dengan cepat alat indera ini mulai beradaptasi terhadap rangsangan yang diterimanya. Dan dengan segera, aku bisa tahu, dimana aku dan siapa mereka yang ada disekelilingku.
“Bodoh kali kau ini ka, aku tak tahu lagi lah bagaimana caranya dapat kunasehati kau ini!” Dengan dialek bataknya, Adey memprotes tindakan nekatku kali ini, tindakan bunuh diri tepatnya.
Adey adalah teman baikku. Kami telah ada di institusi  pendidikan yang sama selama kami masih di bangku SMP. Adey tidak sendiri, disampingnya ada Ilham. Laki-laki yang selalu kukagumi semenjak kami dibangku SMA. Tapi sepertinya, hingga saat inipun perasaanku masih bertepuk sebelah tangan.
“Emang, temen loe yang satu ini khan orang yang paling nekat.” Ilham menimpali kata-kata yang diucapkan Adey sembari menatap tajam terhadapku. Aku mendesah, lalu berpaling menghindari tatapannya. Memandang hiruk pikuk kehidupan, lewat jendela kamar rawatku.
“Gue lagi engga mau debat atau diskusi mengenai hal apapun. Gue lagi pengen sendiri.” Tiba-tiba, rangkaian kata itu keluar dari mulutku. Adey dan Ilham tampak  saling bertukar pandang. Mereka mungkin sedikit khawatir atau mungkin tersinggung dengan ucapanku tadi. Tapi lalu kudengar Ilham berkata, “Oke fine, kalau itu mau loe. Ayo dey!“. Ilham menarik lengan Adey, dan mulai beranjak keluar dari ruang rawatku.
Aku menghela nafas panjang. Berusaha melonggarkan setiap padatan-padatan yang menimbun tubuhku. Perlahan mulai terasa ringan. Membiarkan setiap aliran darahku bergerak bebas dalam nadi tempat tinggalnya. Serta melepaskan setiap kepenatan yang telah tersimpan jauh didalam angan-angan yang tak terjelma.
Bayangan akan masa laluku mulai terukir. Masa-masa dimana aku menyimpan sejuta tawa. Atau masa-masa dimana aku dirundung duka yang membawaku hingga ke pintu maut. Klise-klise kehidupan dengan sejumlah konflik. Ya, inilah masa laluku.
Namaku Alviyanka Isma Putri Maya. Nama yang unik namun sungguh, aku tak menyukainya. Sejak kecil, aku terbiasa hidup terpisah dari kedua orang tuaku. Aku sudah terbiasa dengan kehidupan di kota besar. Kehidupan jalanan, dan misteri-misteri yang tersimpan didalamnya.
            Sendu ku menatap langit siang itu, tak ada pancar atau mega yang tersirat disana. Hanya gumpalan tinta putih beralas biru saja yang pekat kupandangi. Gerah rasanya menunggu disini,tak ada teman, hanya daun menari-nari beriringan bersama angin sepoi-sepoi. Mungkin tepatnya aku tak sendiri, banyak orang lalu lalang dihadapanku. Pantauan dinamis dan kompleksitas kehidupan manusia. Sungguh rumit dan tak fasih untuk difahami.
            “Sedang menunggu apa?” begitu ujar nenek yang biasa membawa nampan berisi jajanan pasar melihatku. Keheran rupanya melihatku yang tiada hengkang dari tempat yang kusinggahi sedari  berjam-jam yang lalu.
            Aku masih diam. Hanya dengan menatapku erat, nenek itu berpaling dari tubuhku. Seakan bisa dibacanya jawaban didalam mataku. Aku mendesah, dan kembali menatap langit yang tak sama sekali indah siang itu. Sungguh, bukan suatu hal yang kuinginkan.
            Aku yang sedari tadi diam, pun masih terdiam disini. Separuh hari tepatnya sudah kulalui. Lambaian tangan-tangan nakal milik angin sepoi-sepoi itupun, rupanya telah lelah menyapaku, karena sudah tak kurasa lagi ada kesejukan disini.
            “Mungkin sudah waktunya pergi, tak usah menunggu lagi!" begitu bisik hatiku yang kecil. " “Sebentar lagi datang," sisi lain hatiku ikut berbisik.
            Dinamika hati, sulit diikuti. Sepersekian detik kemudian mungkin, bagian hatiku yang lain ikut memberi pendapat. Hati juga bisa bicara, ikuti saja kata hatimu. Setidaknya begitulah kata orang-orang bijak. Tapi kalo begini? Kalau ada banyak hati yang berbicara, apakah harus kuikuti kata hati itu? Dan harus yang mana?
            Ada ribuan tanda tanya kini difikiranku. Setidaknya, ini tak membuat keadaanku lebih baik dari beberapa detik yang lalu.
            Sebenarnya, bukan apa yang sedang kutunggu, tapi siapa. Beberapa hari yang lalu, kutemui sepucuk surat dikotak pos milik kakek dan nenekku. Sebelumnya, tak pernah sekalipun kami menerima surat. Setidaknya sejak aku tinggal bersama kakek dan nenekku.
            Ternyata surat itu dari kedua orang tuaku. Mereka yang telah lama tinggal di sebuah kota kecil di Jawa Tengah itu, akhirnya mengirimkan sebuah kabar gembira bagiku. Surat itu berisikan, bahwa mereka akan tiba pada hari Jum’at pukul sembilan pagi untuk menjemputku tinggal bersama mereka. Tak terbayangkan senangnya aku kala itu. Aku tak henti-hentinya tersenyum dan membayangkan apa saja yang akan ku lakukan bersama-sama keluarga dan saudara-saudaraku. Maklum, selama ini aku tak pernah merasakan adanya kehangatan sebuah keluarga.
            Namun, sekarang sudah pukul lima sore. Bahkan Bumi sudah mulai gelap, karena Matahari telah menenggelamkan sinarnya di barat. Aku mulai berfikir, apakah mereka akan benar-benar menjemputku? Ataukah surat yang mereka kirimkan kemarin hanya basa-basi semata?
            Aku kecewa, dibohongi oleh kedua orang tuamu sendiri, terasa lebih menyakitkan ketimbang ditusuk oleh pisau belati. Orang yang bahkan tidak bisa disebut sebagai orang tuamu karena mereka tak pernah mengurusmu sedari kau lahir. Bahkan kini, memupuskan benih-benih harapan yang tumbuh untuk bisa hidup dalam satu keluarga.
            Aku menyerah. Akhirnya aku dikalahkan oleh kekecewaanku sendiri. Aku berjalan kembali ke rumah kakek dan nenekku sembari membakar api kemarahan didalam sanubariku. Ada banyak yang mengganjal fikiranku. Fikran-fikiran yang semakin menyulut api amarahku.
***

            Pagi itu, mataku terasa begitu sulit untuk terbuka. Efek dari menangis semalaman yang langsung kubawa tidur. Samar-samar kudengar suara orang-orang mengobrol diruang depan. Masih pukul tujuh pagi. Siapa mereka yang hendak bertamu sepagi ini?
            Rasa penasaran membuatku memutuskan untuk beranjak ke ruang depan. Betapa terkejutnya aku, ternyata mereka adalah orang-orang yang sudah kutunggu separuh hari kemarin didepan gang rumah kakek dan nenekku. Kedua orang tuaku dan saudara saudara kandungku.
            “Eh udah bangun anak mamah?’’ suara lembut itu menyapaku. Berjalan mendekatiku lalu memelukku dengan erat. Ada sensasi berbeda yang kurasakan. Tak pernah aku merasakan kehangatan yang teramat sangat seperti ini. Karena aku memang tak pernah  dipeluk oleh seorang ibu.
            Dia melepaskan pelukannya dariku. Menggenggam tanganku dan mengajakku ke ruang tengah untuk dipertemukan dengan ayah dan saudara-saudara kandungku. Aku bahagia mereka datang. Tapi, secara tak disadari, ini menjadi awal hitam dalam kehidupanku kedepan.
            Akhirnya kami tinggal bersama sebagai sebuah keluarga. Aku, ayah, ibu, dan adik-adikku. Awalnya aku berfikir, aku bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh sebuah keluarga pada umumnya. Tapi ternyata, semua fikiranku tentang itu, tak sama sekali benar. Semua berjalan sebaliknya.
            Ayahku adalah seorang pegawai PNS yang bekerja dari pagi sampai malam. Sementara  ibuku adalah ibu rumah tangga yang gemar bergosip dengan para tetangganya. Dan adikku, adalah seorang yang idealis, yang tak pernah berhenti belajar dan mengejar prestasi. Dia bahkan jarang berkomunikasi denganku. Bahkan kami kerap sekali bertengkar untuk sebuah fikiran-fikiran tertentu.
Ayah dan ibuku kerap sekali bertengkar. Mereka akan mempersalahkan hal-hal sepele yang sebenarnya tak begitu layak untuk dipertengkarkan. Hal yang paling sering mereka ributkan adalah masalah keuangan. Maklumlah, gaji ayah tak seberapa namun kebutuhan keluarga sangat banyak.
            Dari sinilah aku mulai merasa tak nyaman dengan keluarga ini. Dirumah pun, aku diperlakukan seperti budak. Memasak, mencuci, menyapu, mengepel lantai, menyetrika, dan kegitan-kegiatan rumah tangga lainnya. Ya, kata orang itu kewajiban anak membantu orang tuanya. Tapi, adikku tak sama sekali pernah melakukan kegiatan itu. Apakah ini bisa dikatakan kewajiban seorang anak?  Acap kali, aku kena marah untuk pekerjaan-pekerjaan yang tak sesuai dengan ibuku. Sementara ibuku, bak seorang ratu dirumah, minta dilayani dan tak ingin ada kesalahan. Aku mulai berfikir, apakah aku dijemput untuk dijadikan seorang pembantu. Tak hanya itu, selama kami tinggal bersama, aku sama sekali tak pernah berbicara dengan ayahku.
            Sekolah, adalah surga buatku. Tempat dimana aku mengembangkan sayap-sayap kebebasan dan kesenangan. Adey adalah sahabat yang kerap menjadi tempat tampung cerita-cerita galauku dirumah.
            “Elah, tak adakah cerita lain yang bisa kau ceritakan padaku? Bosanlah aku mendengarnya.” Begitu komentar Adey saat kuceritakan tentang keadaanku dirumah.
            “Yee, mau gimana lagi? Emang begitu keadaannya.”
            “Ya sudahlah, kita toh udah mau hampir lulus sekolah. Belajarlah kau yang rajin. Dapatkan beasiswa diluar daerah. Jadi, kau bisalah pergi jauh-jauh dari keluargamu itu.”
            Kata-kata Adey itu, terasa masuk akal difikiranku. Sejak saat itu, aku menjadi tokoh idealis kedua dirumah. Aku jadi rajin belajar. Berusaha lulus dan masuk Perguruan Tinggi di luar daerah ini, dan pergi dari neraka yang telah membelenggu kehidupanku.
            Malam itu, menjadi malam perwujudan keinginanku. Malam diumumkannya aku diterima di sebuah Perguruan Tinggi Negeri Nomor satu di Indonesia, Universitas Indonesia. Kebahagiaanku bertambah, saat kutahu bahwa sahabatku Adey juga berhasil diterima di Universita yang sama.
            Aku pulang dengan raut wajah gembira. Enggan rasanya melepas senyum dari kedua pelupuk pipiku ini. Tak sabar rasanya untuk mengobarkan kembali kebebasanku yang telah tertahan.
            Sesampainya dirumah, kutemui ibuku sedang duduk bersimpuh dibawah kedua kaki ayahku. Matanya bercucuran air mata seraya terisak tersengguk-sengguk. Ayah melihatku datang, lalu berkata padaku,
            “Lihat ini, seorang ibu yang kotor, hina, dan biadab. Jijik aku melihatnya!”
            Aku keheranan, masih tak mengerti dengan apa yang terjadi dihadapanku sekarang ini. Kulihat sesosok laki-laki duduk di kursi ruang tamu itu. Lalu kupandang lagi ayah dan ibuku, meminta penjelasan terhadap apa yang tidak aku mengerti.
            “Berani-beraninya kau selingkuh dengan laki-laki bajingan itu, sementara aku banting tulang diluar rumah demi menafkahi kau dan anak-anakku. Dasar pelacur!” ayahku menampar ibuku, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya diam, tak mampu mengendalikan susasana hatiku yang bagaikan dua sisi cermin.
            “Maafkan aku mas, aku menyesal, aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”
            Laki-laki yang sedari tadi duduk itupun bangkit, lalu berkata, “Aku tahu kami salah, sudah kami akui. Maafkanlah dia, dan mulailah hidup baru. Aku akan pergi dari kehidupan kalian.”
            Peristiwa ini terjadi begitu cepat. Sepersekian detik yang lalu, baru kurasakan sebening cahaya mentari pagi menyapa. Namun sepersekian detik kemudian, gumpalan kabut hitam mulai menjadi raja.
            Aku mulai tak peduli dengan keadaan rumahku. Karena sejak saat itu, ibuku jadi lebih sering memarahiku dengan alasan yang tak pernah bisa kufikirkan. Akhirnya, pada suatu malam yang dingin, kuputuskan untuk kabur dari rumah. Aku menuju Depok, dan bersiap untuk memulai hidup baru disana.
            Kufikir, ini akan jadi akhir cerita-cerita suramku. Namun ternyata tidak. Hidup memang tak selalu seperti yang diharapkan.
            Tepat sebulan setelah aku kuliah, ayahku mengirimkanku pesan singkat yang berisi bahwa ibuku kabur dari rumah. Aku tidak peduli dengan pesan ini, lantas kudiamkam saja isi pesan ini. Tindakanku ini, ternyata tak berujung indah sesuai dengan apa yang aku harapkan.
Sebulan kemudian, tepatnya 2 hari lalu ayahku mengirimkanku pesan singkat lagi yang berisi bahwa ibuku kabur dengan laki-laki yang waktu itu. Dan ibuku bilang kalau akulah, yang mengijinkan mereka kabur dari rumah dan mengijinkan mereka untuk menikah. Ayahku mengancam, akan membawa hal ini ke jalur kepolisian.
Aku tak habis fikir. Seorang ibu, yang bahkan tak pernah mengalirkan kasih sayangnya padaku. Seorang ibu yang bahkan lebih menganggapku sebagai pembantu. Dan seorang ibu yang telah mengotori dirinya sendiri dari hakikat tertinggi makna seorang ibu. Tega dan mampu, melakukan segala cara demi kepentingannya. Bahkan, tega untuk mengorbankan perasaan anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri.
Waktu membawaku lagi kembali, ke ruang rawatku. Aku  menangis lagi, mengucurkan air mata yang sudah tak terhitung banyaknya. Aku bisa saja mengakhiri hidupku, dan terlepas dari orang-orang yang selalu membawa penderitaan dikehidupanku. Tapi inilah aku. Aku masih ingin terbang, merasakan kebebasan yang sudah lama tak kukecup. Atau sekedar membuktikan pada mereka yang telah mengotori hidupku. Bahwa aku,  tak selemah apa yang mereka fikir.
Kini, aku siap memulai lagi kehidupanku.
                                                            ***
Saat fajar memanggil naluri diri. Angan angan mengembang bagai kunang kunang yang kehilangan pancarnya. Sang surya mengatupkan sendi sendi kehidupannya. Serta sang dewi malam terdiam didalam tempat persembunyiannya.
            Asa, harapan, dan impian, kini menjadi kabur maknanya. Terlepas dari hakikat tertinggi setiap fikiran manusia.  Bahkan mungkin, meracuni setiap rasa optimisme manusia.
            Pekikan dan tanamkan “Kita Bisa”, dan fikirkanlah saat-saat bahagia bersama orang-orang yang kamu kasihi. Maka, jadikanlah itu sebagai benih keberanian, untuk melanjutkan hidup.

                                                                        ***
           Keren kan cerpennya,,,hehehe...daripada aku ngutip cerpen orang lain yang disearch di jejaring sosial kan mending ngutip punya temenku sendiri to...hahahaha

Read more...
separador

Selasa, 14 Februari 2012

Surga Baruku

sekarang hari kamu dan aku bukan eloh dan gue dulu...hahahaha
kalo ngeyel kamuhhhh...akuhhhhh....sesuatuuu!!!

Pertama tama mau ngenalin nih yang dimaksud surga baruku tugh apa ....??
apa cobak??tebak dulu donk??owh salah,bukan itu jawabannya...#plaaaaaaaaaaakkkkk#eaaaaaaaaaaa....niatnya mau ngelucu malah jadi gagal galau gini...hahahaha
Sebenernya surga aku ini kamar kos aku sendiri yang bisa aku atur mau gmana wujudnya....
kapal pecah? pernah
tank meledak?sering
pasar kebakaran?tiap hari

nah pertanyaanya kok bisa coba tempat kyak gitu jadi surga buat aku??? kata temen se kos ku, "plis deh jar kamar kita gag parah segitunya kalik" hahahaha,,ngamuk dia....

yang bikin amazing tu kreasi hiasan2 dindingku sob..banyak banget yang aku tempel ditembok kamar....sebagian kata2 motivasiku n oleh2 dari SMA dulu...mau liat? gag disensor kok,,hahahaha

ini yang pertama ya..yang atas bisa dibaca sendiri kan?? nah yang bawah itu mimpi-mimpi aku sob, doain ya biar semua itu bisa jadi coretan-coretan merah suatu hari nanti,aminnnn


Nah yang ini pendapat aku akan arti hidup aku, tiap hari aku bisanya cuma nyusahin ibuk aku,
aku cuma bisa bikin dia senyum pake prestasi aku sob,ini yang dorong aku buat terus jadi yang terbaik n menangin lomba-lomba, biar aku bisa liat ibu aku senyum terus...^^


Tau gag ini kata2 aku dapet dari buku A.Fuadi...dengan versi aku sendiri tentunya....hehe




Nah ini dia semua piagam n sertifikat aku yang udah aku kumpulin sob, alhamdulillah lumayan ya..hehehe
sayang banget medali emas belum bisa aku tampilin,soalnya belum dikasih ke aku ama panitianya....


Nah ini dia tersangka penghuni surganya,,hahahahaha...gag bangetkan ekspresinya..wkwkwkwk


Alhamdulillah masih bisa nulis niii

Read more...
separador

Jumat, 10 Februari 2012

about lovely moment

waktuuu,,waktu yang indah pernah gue rasain ama orang-orang yang spesial bagi hidup gue,,,apalagi dimasa putih abu-abu dulu yang gue rasa emang masa yang paling indah buat hidup gue...banyak mimpi yang bisa gue tulis n bisa dicapai....cinta,cinta yang indah yang gue temuin. semangat buat kesekolah cuma mau ketemu ama si dia,,,,gag cuma disekolah si, dimanapun sampe2 didunia maya juga yang ada cuma nama dia.....lovely moment banget,,,sering gue mikir andai saja waktu itu gue bisa ngendaliin ego gue, pasti saat ini gue masih bisa ngerasain moment2 indah itu,,tapi ini bicara tentang waktu si ya,,,waktu gag akan pernah kembali walau sedetikpun, sekaligus ini wat pelajaran wat gue,,,,ego ego dan ego yang harus gue kendaliin,,,, rasanya masih hangat si kenangan2 itu, tapi gue harus bijaksana sekarang, mereka udah nemuin kehidupan yang damai disana tanpa gue,,,gue harus sadar diri buat gag ganggu2 hidup mereka lagi,,tapi satu pelajaran yang gue dapet, bukan berarti gue harus mutus tali persahabatan gue ama mereka, karena bagaimanpun mereka pernah ngasih warna indah dalam hidup gue,,,maksih ya
Read more...
separador

Rabu, 01 Februari 2012

Seorang Pencari Oleh-Oleh Dari Institusi

hehehehe,,,senyum dulu sebelum nulis ni cerita gue,,,,n say Bismillah dulu ah,,,,kayanya pemanasannya udah deh. ayok cekidot
Gue yang sering dipanggil dengan nama populer "gedheg" ini dengan tampang yang super ganteng yang kalo cewek2 pada liat langsung bisa muntah darah gitu kata temen gue, n bahkan kalo ada ibu2 baru ngelahirin anaknya, trus bayinya liat muka gue katanya bayinya pasti bakal masuk lagi ke tu ibu2 itu,hehehe


tapi gue yang super ini adalah sosok cowok yang lumayan hebat lah ya,,,dari SD sampai sekarang tuh dia hobi banget nyari piagam2 di lembaga dia sekolah,,,,tapi cita2 itu baru bisa diraihnya di masa SMA, masa jayanya dia selama ini,kalo dibilang waktu SD si jaya ya iya,tapi dia cuma bisa ngoleksi 1 piagam lomba voli tingkat kecamatan aja, di SMP malah seperti masa sampah gitu buat dia,,karena tak satupun piagam bisa dia dapet.
nah di masa SMA ini bagi dia masa gila dan jaya-jayanya,,,,banyak banget lomba yang bisa ia ikuti n beberapa dari lomba itu bisa nambah koleksi piagam yang ia punya
dari awal kelas 10 sampe akhir kelas 12 tu dia pernah ikut lomba

dikelas 10
olimpiade fisika(kalah)
english camp(kalah)
kejurlat PPS Betako MP di kebumen(emas)
LKIR di IKIP semarang(nominasi 10 besar)

dikelas 11
lomba siswa teladan kabupaten purworejo(juara 3)
LKIR Undip(kalah)
Undip Math competition(kalah)

dikelas 12
LKIR Jateng bidang teknologi(juara 4)
LKIR UNY(nominasi 10 besar)
LCC UMP sekedu(juara 2)
Peserta GIS semarang
kejurlat PPS Betako MP dikebumen(emas)

nah itu pencapaian dia dimasa jayanya.....
seperti biasa dia tuh anak yang terus mencari prestasi dimana ia berada. yang ada dipikirannya selama dia berprestasi pasti banyak orang yang respect ke dia dan gag nganggep dia sebelah mata dan tentunya bisa buat ibunya bangga punya dia...
dan awal 2012 yang indah buat dia di institusi barunya, Polman ASTRA. kemarin tanggal 21-22 januari 2012 dia berhasil nyumbang emas di kejuaraan antar cabang MP se jakarta utara....selamat deh....pokoknya chayo buat mas gedheg ini,,,keren !!!!!

Read more...
separador

Blog Archive

Followers