SANG JAWARA

Pages

Jumat, 08 Februari 2013

Pulanglah Kawan


Setiap orang pasti merasa bahagia apabila melakukan perjalanan wisata, apalagi ketika mengunjungi tempat yang jauh. Rekreasi ke Paris, wah, membayangkannya saja sudah merasa bahagia, apalagi ketika berkesempatan mengunjunginya. Mengunjungi Zurich, Praha, Amsterdam, waw, bahagia sekali rasanya. Namun sesenang-senangnya anda bepergian, tetap saja anda ingin pulang. Saat pulang, ternyata lebih membahagiakan diri anda lagi dibanding berangkatnya yang sudah bahagia.
Pertanyaannya adalah, kemana anda pulang? Pulang sudah memiliki konotasi yang pasti, yaitu ke rumah. Anda tidak akan pulang ke hotel atau penginapan, karena hotel hanyalah tempat transit saat anda melakukan perjalanan. Anda tidak akan pulang ke terminal, stasiun atau bandara, karena itu semua hanyalah tempat persinggahan transportasi yang menghantarkan anda dari satu tempat ke tempat lainnya. Anda pasti pulang ke rumah.
Ada apa di rumah kita? Mengapa kita selalu ingin pulang ke rumah? Ada sangat banyak hal tersimpan di rumah kita. Pertama, di rumah tersimpan berbagai kenangan dan harapan kita. Sangat mudah memahaminya. Di rumah, kita beraktivitas bersama, tumbuh bersama, dan merasakan segala dinamika, suka duka, di setiap sudut-sudutnya. Kita telah menyimpannya, sangat dalam. Sangat berkesan. Kita tidak mungkin melupakannya begitu saja. Kenangan dan harapan yang selalu kita ciptakan bersama seluruh anggota keluarga, adanya di dalam rumah.
Kedua, di rumah kita mendapatkan ketenangan jiwa. Jika kita sering menyebut istilah sakinah, mawadah dan rahmah, maka semua hanya ada di rumah. Tidak kita jumpai di hotel mewah, tidak kita jumpai di rumah tetangga, apalagi –maaf—di tempat prostitusi. Tidak. Kita menjumpai ketenangan itu hanya di rumah. Betapa rasa tenang, aman, nyaman kita rasakan di dalam rumah, walau rumah kita sederhana dan apa adanya. Saat rasa lelah dan jenuh melanda, maka pulang ke rumah adalah pilihan yang tepat. Di rumah kita mendapat limpahan ketenangan.
Ketiga, di rumah kita mendapatkan semangat, energi dan spirit. Aktivitas sehari-hari telah membuat kita mudah terjebak dalam kehidupan yang mekanistik. Berbagai persoalan kehidupan yang kita temukan dalam dunia pekerjaan dan profesi, seringkali membuat kita merasa kehabisan energi. Namun pulang ke rumah telah membuat kita menemukan kembali energi, mendapatkan limpahan spirit yang sangat besar. Bertemu suami, bertemu isteri, bertemu orang-orang yang dicintai, telah membuat kita memiliki semangat untuk memberikan yang terbaik.
Untuk itulah kita selalu ingin pulang ke rumah. Tempat yang paling indah di seluruh dunia adalah rumah kita sendiri. Karena di rumah kita, telah tersimpan jutaan memori yang tak mungkin kita lupakan sepanjang hidup. Karena di rumah kita menanam berbagai harapan masa depan. Karena di rumah, kita mendapatkan ketenangan, semangat, energi, dan spirit kebaikan.
Mari saya ajak anda menyimak nyanyian lama untuk memahami bagaimana ikatan emosi yang terbentuk antara seseorang dengan rumahnya. Pertama, lagu dari Lucifer berjudul “House For Sale”.
The sign went up one rainy morning
Just a couple of hours after dawn
Mrs. Hadley peaked out through her curtains
Wondering what was going on
The neighbors said over coffee cups
That nice young couple is breaking up
And in the living room the linen and the crystals
Sit all packed and set to go
I tell myself once more I won’t be here in spring
To see my roses grow
And all the things you tried to fix
The roof still leaks, the door still sticks
House for sale
You can read it on the sign
House for sale
It was yours and it was mine
And tomorrow some strangers
Will be climbing up the stairs
To the bedroom filled with memories
The one we used to share
I know you’ve always loved that painting
From that funny little shop in Spain
Remember how we found it when we ducked in
From that sudden summer rain
But I think I’ll keep the silver tray
My mother gave us on our wedding day
House for sale
You can read it on the sign
House for sale
It was yours and it was mine
And tomorrow some strangers
Will be climbing up the stairs
To the bedroom filled with memories
The one we used to share…
Luar biasa mendalam bukan? Rumah yang terpaksa dijual, tapi demikian berat dirasakan karena ribuan kenangan yang telah tersimpan di dalamnya. Tidak akan tergantikan oleh apapun.
Lagu jadul kedua berjudul “Green Green Grass Of Home”, yang dinyanyikan oleh Tom Jones. Perhatikan penggambaran kenangan tentang rumah yang sedemikian detail dan tersimpan kuat dalam ingatan.

The old home town looks the same
as I step down from the train,
and there to meet me is my Mama and Papa.
Down the road I look and there runs Mary
hair of gold and lips like cherries.
It’s good to touch the green, green grass of home.
Yes, they’ll all come to meet me, arms reaching, smiling sweetly.
It’s good to touch the green, green, grass of home.
The old house is still standing,
tho’ the paint is cracked and dry,
and there’s that old oak tree that I used to play on.
Down the lane I walk with my sweet Mary,
hair of gold and lips like cherries.
It’s good to touch the green, green grass of home.
Then I awake and look around me,
at the four grey walls that surround me
and I realize, yes, I was only dreaming.
For there’s a guard and there’s a sad old padre –
arm in arm we’ll walk at daybreak.
Again I touch the green, green grass of home.
Yes, they’ll all come to see me in the shade of that old oak tree
as they lay me neath the green, green grass of home.









Ayo pulang ke rumah. Di sanalah kita mendapatkan sakinah, mawadah wa rahmah. Di sanalah kita menjumpai tempat terindah. Di sanalah kita mendapatkan harapan-harapan yang menyebabkan hidup kita lebih hidup.
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive

Followers