Inilah
sebuah kisah dari seorang anak yang hidup untuk mencari sebuah pengakuan dan
kehormatan untuk Ibunya. Ia tumbuh di sebuah desa tempat dimana ibunya juga
tumbuh dewasa, Purworejo. Ia adalah anak yang telah ditinggal oleh ayahnya
sejak ia berumur 9 tahun. Ayahnya pergi entah kemana meninggalkan sebuah luka
yang menggerus hatinya. Pasti rasanya sangat sakit dan malu jika mendengar
olok-olok dari teman- temannya bahwa ia adalah anak yang tidak mempunyai seorang
ayah. Ya memang benar itu fakta sih, ini sebuah awal dari perjuangannya untuk
membela ibundanya dan seorang adik laki-lakinya.
Saat
itu ia duduk di bangku kelas 4 SD. Hari itu adalah hari penerimaan rapor. Ia
hanya menunggu ibundanya dirumah sambil nonton TV. Cuek saja tanpa rasa
deg-degan sama sekali, tak peduli dengan apa yang akan tertulis di rapornya
nanti. Tepatnya ba’da dzuhur ibunya pulang dari sekolahnya membawa buku
bersampul kuning yang diletakkannya di keranjang sepedanya. Peluh keringat tampak
di wajahnya dan menghampirinya, ibu tersenyum dan tiba-tiba memeluknya,”Selamat
ya dapet ranking 1”, ucapnya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang sangat
berbeda dari hari-hari biasanya, ia melihat sang ibu tersenyum lepas, senyum
berisikan air mata. Oh my God what did happen? Sejak saat itu ia sadar bahwa
hanya dengan sebuah prestasilah ia mampu membuat ibunya tersenyum. Kini ia
selalu bersemangat untuk pergi sekolah dan menimba ilmu, demi senyum yang
berisikan air mata tadi.
***************
********************* ********************
Tinggal
menghitung hari lagi Ujian Akhir Nasional tiba. Semangat belajarnya makin
menjadi-jadi. Setiap hari tumpukan-tumpukan buku fotokopian itu dilahapnnya tak
tersisa. Ia ulangi lagi dan lagi tanpa kenal lelah. Paginya untuk belajar,
siangnya, sorenya,malamnya dan begitulah siklusnya setiap hari. Hingga saatnya
tiba, hari dimana pertempuran dimulai. Lonceng dikumandangkan untuk memulai
start ujian. 6 tahun sudah persiapannya untuk menyongsong hari-hari ujian ini.
Yang ia pikirkan hanya satu, yaitu senyum yang berisikan air mata akan muncul
lagi.
Setiap
hari perjuangannya yang tak kenal lelah itu berbuah menjadi air mata haru juga.
Harapannya terkabul juga mendengar Bapak Rujito selaku kepala sekolah SD nya
mengumumkan bahwa ia menjadi wisudawan
terbaik di SD nya. Tak cukup itu ia juga menjadi wisudawan terbaik se kecamatan
dan tercatat sebagai 10 wisudawan terbaik di Purworejo. Ketika ia melirik ke
arah sang ibu ia melihat sang ibu hanya tertunduk dan sesekali mengusap air
matanya dengan sapu tangan miliknya. Dalam hati ia sangat bersyukur atas rizki
yang telah dkauniakan kepadanya hari itu. Benar-benar hari yang luar biasa.
************
**************************
******************
Ia
kini melanjutkan di sekolah menengah pertama yang tidak terlalu jauh dari
rumahnya. Lingkungan baru dan harus beradaptasi lagi. Ia selalu deg-degan saat
ada sesi perkenalan di depan teman-teman dan guru-gurunya, bukan karena ia
tidak percaya diri, tapi ia takut jika ada pertanyaan “ayahmu kerjanya apa?”.
Rasa malu itu masih jelas menjadi rasa yang selalu menghantuinya di lingkungan
barunya. Maka ia putuskan sejak saat itu jika muncul pertanyaan seputar sang
ayah ia akan menjawab bahwa ayahnya telah meninggal sewaktu ia kecil. Ia akan
mengubur segala sesuatu yang menyangkut tentang sang ayah dari pikirannya.
Di
masa pubertas ini ia tumbuh menjadi remaja yang nakal dan nyleneh di kelas.
Mungkin ia selalu ingin dianggap ada oleh lingkungan sekitarnya. Karena
kenakalannya suatu hari temannya kesal padanya dan marah kepadanya,”dasar
kurang ajar” teriak ryanto, lalu nawi menambahkan,”maklum anak gak punya
bapak”. Rasanya benar-benar sakit, sejak saat itu ia benci dengan masa-masanya
di SMP.
Masih
kecewa sih rasanya, tapi kini paling tidak ia punya 2 alasan untuk tetap
berprestasi, selain ingin melihat senyum yang berisikan oleh air mata haru, ia
juga ingin membuktikan pada teman-teman yang telah menghinanya,”ini loh anak
yang gak punya bapak bisa lebih pinter dari kalian! Ini loh !!”, teriaknya
dalam hati.
********
************************* ************************
Suatu
hari ada yang mengganjal di hatinya melihat beberapa temannya diikutsertakan
dalam lomba-lomba .”Aku iri, aku pengen ikut”, serunya dalam hati. Melihat
teman-temannya ada yang ikut lomba mapel,lomba cerdas cermat,dll. Ia mulai
ingin melihat bagaimana persaingan di luar sana? Tapi hingga pada akhirnya
kesempatan itu tak pernah didapatnya. Bagai pelandak yang merindukan bulan.
****************
************************* ************
Saat
itu adalah hari penerimaan rapor di semester 2 kelas VIII. Peringkatnya
melorot, ia sedih, ia kecewa karena merasa gagal dan bersalah kepada sang
ibundanya. Ia pun meminta maaf kepada ibundanya. Dibalik kekecewaan sang
ibunda, ia masih bisa memberikan senyum manis kepada buah hatinya itu. “Gakpapa
yang penting kamu udah berusaha, mau kursus bahasa inggris?”, tanyanya. Ia
masih ragu-ragu antara iya atau tidak mengingat harus mengeluarkan dana lagi
untuk biaya kursus, belum lagi uang pembangunanpun juga belum terlunasi. Tapi
mengingat nilai bahasa inggrisnya yang hancur walau sudah berusaha semaksimal
mungkin ia menyetujui penawaran ibundanya.
Berangkatlah
ia seorang diri dengan sepeda kesayangannya di desa ujung barat sana. 35 menit
ia pun tiba ditempat kursus, gurunya bernama Mr. Tono. Guru ini tampak ramah
dan antusias menyambut kedatanganku. Setelah membayar uang pendaftaran akhirnya
aku pulang membawa buku-buku grammer dan tenses baru dari Mr. Tono. Aku
mendapat jadwal les 2 kali dalam seminggu.
Disinilah
pertarunganku dimulai lagi dengan momok yang aku takuti selama 2 tahun menimba
ilmu di SMPku ini. Pertarungan dengan bahasa inggris. Hari pertama aku les Mr.
Tono langsung memberiku beberapa lembar foto kopian vocabulery. Aku hanya
menerimanya dan tetap duduk tenang membaca daftar kosa kata itu. “Tolong kamu
hafal sedikit demi sedikit, setiap kali pertemuan kamu salin minimal 25 kosa
kata yang telah kamu hafal, begitu seterusnya sampai kamu hafal semua”, kata
beliau. Metode yang menurutnya tepat sekali, tiap pertemuan ia selalu
meningkatkan kuantitas menghafalnya, bahkan sekarang ia selalu menghafal kosa
kata baru tiap harinya. Tiada hari tanpa menghafal kosa kata.
Sempat
kaget menerima hasil nilai semester pertama dalam mapel bahasa inggris. 93, ini
luar biasa sekali mengingat sebelumnya ia selalu mendapat nilai bahasa inggris
dibawah 60. Ia mengucap beribu terimakasih kepada ibundanya yang telah
menawarinya kursus selama ini, tak lupa ia juga mengucap terimakasih kepada Mr.
Tono. Ia hanya harus terus mengasah kemampuannya lebih dalam lagi dan
mempertahankan konsistensinya. Kini tidak ada momok yang menakutkan lagi di
hari-harinya, bahkan bahasa inggris menjadi salah satu mata pelajaran yang
sangat disukai olehnya.
********
******************************* ****************
Suasana
yang tidak asing lagi ketika tiba di sekolah terlihat banyak siswa-siswi yang
tengah serius membaca buku, maklum hari ini adalah hari Ujian Nasional. Telah 3
tahun lamanya ia tidak merasakan hari yang super menegangkan ini. “Rasa nervous
itu sih pasti datang tapi senyum yang berisikan air mata itu juga wajib hadir
kembali”, serunya dalam hati.
****************
******************** *******************
Dan
bagaimanakah hasil ujian anak tersebut? Dapatkan senyum haru dari wajah sang
ibu terlihat kembali? Dan dimanakah anak tersebut akan melanjutkan sekolahnya?
Nantikan di episode selanjutnya :D